Minggu, Juli 29, 2007

Tembang & goyang cucakrawa bernilai jutaan rupiah

Burung cucakrawa belakangan ini memang makin dikenal. Harus diakui, makin tenarnya nama burung itu sedikit banyak dipengaruhi oleh ngehit-nya tembang Cucakrawa yang syairnya cukup menggelitik telinga. Saat ini, anak-anak hingga orang dewasa dengan mudahnya bisa mendendangkan lagu Cucakrawa sehingga jenis burung yang satu itu tidak lagi dianggap langka atau asing, sekalipun banyak yang belum pernah melihatnya secara langsung.


Mungkin, sama dengan lagunya yang bisa menghasilkan uang jutaan rupiah bagi penyanyinya, burung cucakrawa pun ternyata bisa memberi keuntungan bagi pemiliknya. Bahkan, jika dibisniskan, cucakrawa bisa jadi pabrik uang yang tak akan habisnya.Boleh dibilang, bisnis burung cucakrawa sangat prospektif pasar dan keuntungannya, baik dari segi penangkaran maupun jual beli burung berkicaunya.

Umumnya, orang memburu cucakrawa karena tergiur suara merdunya saat berkicau dan goyang ekornya yang panjang indah. Karena tergila-gila pada kicau dan ekor cucakrawa itulah orang berani mengeluarkan uang hingga jutaan rupiah untuk seekor piyikan (anak-anak burung) cucakrawa.

Belum lagi jika burung itu sudah pandai berkicau. Pastilah harganya melangit. Menurut beberapa pedagang, seekor cucakrawa yang bersuara merdu, bisa dihargai sampai belasan juta rupiah. ”Cucakrawa itu memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Piyikan yang baru menetas saja harganya sudah Rp 2.500.000. Kalau sudah berkicau yang bisa lebih dari Rp 10.000.000,” ujar Haryanto, pebisnis sekaligus penggemar burung kicauan asal Klaten.

Penangkar burung cucakrawa asal Sorobujan, Desa Jimbung, Kalikotes, Klaten ini mengatakan, menangkarkan burung cucakrawa merupakan peluang bisnis yang menjanjikan. Permintaan burung cucakrawa dari kalangan penggemar atau penghobi burung berkicau terus bertambah. Sayangnya, karena proses penangkarannya yang agak rumit, produksi burung cucakrawa selama ini masih sangat terbatas. ”Kalau hanya menjual cucakrawa sekarang ini masih mudah dan bernilai tinggi. Tapi, persoalannya menangkar cucakrawa itu lebih sulit dibanding burung kicau lain,” ujarnya.

Haryanto mengatakan, saat ini memang sudah banyak orang yang berusaha menangkarkan burung cucakrawa untuk kepentingan bisnis. Namun kenyataannya proses budidaya ini masih belum banyak yang memberi hasil yang memuaskan. ”Permintaan terus datang, tapi bagaimana lagi? Barang sering tak ada. Kalaupun ada yang mau menetas, itu pasti sudah dipesan,” papar Haryanto lagi.

Oleh karena itu, kata dia, penangkaran burung cucakrawa saat ini masih menjadi peluang bisnis yang menjanjikan. Selain dari sisi pasar masih luas, dari sisi keuntungan pun terhitung tinggi. Karena piyik yang baru menetas dari telur saja sudah dihargai Rp 2.500.000.

Senada dengan Fajri Muhammad, pecinta burung kicauan yang tinggal di Karangasem, Laweyan, Solo. Menurut dia, ada beberapa jenis burung yang jadi sasaran penghobi untuk dipelihara. Selain jalak suren, murai dan kacer kembang, burung cucakrawa saat ini boleh dibilang sedang naik daun. Banyak penghobi yang memburu cucakrawa. Bahkan, saat ini, kata Fajri, banyak juga cucakrawa yang dikonteskan dalam lomba kicau burung. ”Kicauan cucakrawa sangat bagus. Banyak orang terkesima mendengarkan kicauanya,” tuturnya.

Karena itulah dia yakin, setidaknya sampai empat atau lima tahun mendatang, usaha penangkaran burung cucakrawa masih akan memberi keuntungan. Yang jadi masalah, sambung Fajri, memang upaya penangkarannya yang sulit. Kendala utama budidaya burung ini adalah perubahan cuaca serta gangguan lingkungan yang sering tidak mendukung. ”Karena itu saya tidak melakukan penangkaran sendiri karena tidak mau kena risiko itu. Saya memilih jadi konsumen pemelihara untuk kontes saja,” ujarnya.


Kendala


Sementara penangkar burung cucakrawa yang juga pemilik Solo Bird Farm, Mulyono, mengatakan kendala budidaya cucakrawa selama ini bukan pada aspek pemasaran. Permintaan pasar hingga saat ini masih bagus. Pembeli cucakrawa, baik piyikan maupun yang sudah dewasa, sangat banyak. ”Tiap hari saya itu ditelepon orang yang pesan piyikan cucakrawa, tapi barangnya tak ada,” ungkap dia di kediamannya Banyuanyar, Sidomulyo RT 01 RW 05 Banjarsari, Solo.

Budidaya atau penangkaran burung cucakrawa lebih sulit dibanding burung kicauan lainnya. Cucakrawa, kata dia, banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, seperti cuaca dan lingkungan. ”Kegagalan orang menangkar cucakrawa saat ini perubahan cuaca. Dari dingin ke panas secara mendadak atau sebaliknya. Cucakrawa ini memang termasuk burung yang mudah stres terhadap perubahan cuaca dan suara bising dan gaduh, baik itu karena orang maupun hewan lain,” kata dia.

Karena kendala dalam hal penangkaran itulah, menurut Mulyono, saat ini orang sulit mencari cucakrawa. Beberapa penangkar cucakrawa mengaku kehabisan stok piyik atau anakan karena sering gagal saat menangkarkannya. Baik Haryanto maupun Mulyono mengatakan bahwa hampir setiap hari ditelepon orang yang menanyakan dagangan piyik cucakrawa.

Namun karena produk tidak ada, dengan terpaksa mereka menolak memenuhi permintaan tersebut. ”Kita tidak punya stok lagi. Piyikan habis. Indukan cucakrawa yang ada beberapa ini belum bisa bertelur lagi,” papar Haryanto lagi.Biaya pemeliharan dan penangkaran burung cucakrawa relatif murah.

Pemeliharaan per hari hanya membutuhkan biaya Rp 1.500, sementara daya jualnya minimal Rp 2.500.000 untuk piyikan. Sedangkan untuk indukan tiap telur usia sekitar delapan bulan bisa mencapai Rp 8.000.000. Bahkan ada pula yang memiliki harga jual Rp 25.000.000. Jadi bisa untung spektakuler.

Cuma, perlu jiwa penyayang dan bertangan dingin dalam memelihara binatang. Sementara tentang persaingan bisnis penangkaran burung ini bisa dikatakan belum ada. Banyak penangkar burung cucakrawa bermunculan di berbagai kota, namun kenyataan produksi masih terbatas sehingga harga jual pun masih bagus. ”Perbedaan harga antar peternak masih tipis. Hanya sekitar Rp 50.000 hingga Rp 100.000 saja. Itu tergantung tawar menawarnya,” kata Mulyono.

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Ada kendala lain ngga ya pak?
Misal penyakit, atau ganti bulu

Time Zero mengatakan...

Yes...ketes2...tuku kates nganti gabres....hehehe.
Salam kenal by http://indonesiachanel.blogspot.com